Beranda » sok PUITIS » di mana kamu sekarang?

di mana kamu sekarang?

Malam ini angin berdesir. Kelam. Tidak ada sinar rembulan yang seharusnya ada. Gelap. Tak ada kerlip bintang yang biasa bersembulan di balik awan yang menghitam. Aku masih terpekur di sini. Di teras yang selalu menjadi peraduan kedua setelah ruang tidur –tempat aku beristirahat– melepaskan lelah yang menggelayut. Layar itu masih menyala. Aku tahu dia ada dibaliknya. Ya, dia yang tidak aku tahu wujudnya secara nyata. Sekali pun belum pernah ku dengar suaranya. Namun, harus kuakui aku tahu surai wajahnya dari profil. Sungguh dunia ini semakin sempit.
Kopi giling itu masih bertengger di meja. Belum kusentuh. Sedikit pun. Kopi berwarna hitam pekat itu aku bawa beberapa pekan lalu saat main-main ke Jombang, tanah kelahiran Riyan. Kopi itu benar-benar segar. Aku tahu sendiri bagaimana pemilik rumah yang aku tumpangi menggilingnya. Orang-orang mengatakan bahwa seseorang yang suka minum kopi langsung dari biji kopi segar yang digiling adalah orang yang selalu ingin mengerjakan segala sesuatu sendiri, sangat mandiri, dan tidak tergantung pada siapa pun. Bisa pula diartikan, dia tidak mudah percaya pada orang lain. Yeah, mungkin itu aku.
Malam semakin larut. Aku masih menantikan layarku berkedip hijau di namanya. Tetap tak ada jawaban. Diam. Angin masih berembus. Suaranya sendu meniup daun-daun bambu. Seakan dia tahu bahwa seperti itu aku saat ini. Aku yang tak pernah merasa kehilangan seseorang, kini mendadak harus merasakan sesuatu yang tak aku mengerti. Baru sekali. Kemandirianku dan ketegaranku.
Aku rasa bila aku adalah tanah, ada sebatang pohon yang secara paksa dicabutnya dariku. Sakit. Mata teduhnya menghantuiku bermalam-malam ini. Sementara senyum cerianya membuat aku bahagia dalam setiap kesendirianku. Aku tidak memungkiri itu semua.
Suara jangkrik di teras belakang rumah menemaniku. Bunga-bunga mawar rawatan bunda mekar tanpa aku sadari. Warnanya merah merona. Mengingatkan aku padanya yang tak bisa lepas dari senyum-senyum cheers-nya. Sungai yang mengalir bergemericik. Lampu yang tak terang melukiskan seraut wajahnya. Ikan-ikan yang berkecipukan di empang merasa kegelisahanku. Hutf…embusan nafas ini begitu panjang. Dini hari mengundang ayam jantan berkokok. Suaranya mengalun tinggi. Setinggi anganku untuk melayang ke arahnya.
Tak ada lagi yang bisa kuharapkan di malam selarut ini. Selesai. Semua selesai. Dia tak hadir mungkin. Di layar itu. Di penghubung yang diciptakan seorang anak Jerman. Aku menyerah malam ini. Namun, bukan untuk saat-saat lain. Malam yang tiada gemintang ini. Malam tak berembulan ini. Kuharap akan berkebalikan dengan dia di sana. Di tempat yang aku tidak tahu tepatnya. Mata teduh dan senyum yang manis itu mengingatkan aku pada kecantikan Danau Toba saat mentari mulai di ufuk barat. Mata teduhnya adalah warna biru danau dan keceriaannya laksana mentari itu yang berpendar-pendar dengan warna oranye-nya. Keduanya membingkai hati yang bercahaya. Mungkin bulan tak bercahaya malam ini karena cahaya itu dicurinya. Selesai. Malam ini selesai.

Kamis, 08-04-2010
22-21-49

4 thoughts on “di mana kamu sekarang?

Tinggalkan komentar