Bagian naskah yang menjadi kesukaan saya salah satunya adalah cap kertas atau watermark . Secara harafiah tentu watermarks diartikan sebagai cap air: water adalah air dan mark adalah tanda atau cap. Namun, secara umum akan diartikan sebagai cap kertas. Cap ini tidak timbul melainkan transparan pada selembar kertas. Masih bingung dengan keterangan ini?
Yap, jadi kita akan mendapatkan cap kertas ini dengan menerawangkan kertas pada cahaya. Ini seumpama uang kertas yang kita miliki sekarang. Coba terawangkan uang itu, maka kita akan mendapati gambar Cut Nyak Dien atau gambar pahlawan lain yang ada di uang tersebut. Begitu juga dengan naskah. Kertas pada naskah ini mengandung gambar yang hanya bisa diketahui ketika berada di tempat terang. Payahnya, naskah tidak dapat dijungkirbalik sesuka kita. Ini mengingat usianya yang tak lagi muda (ada naskah berusia lebih dari 200 tahun, misalnya,) sehingga kertasnya pun rawan rusak.
Tidak cukup itu, naskah tidak semuanya berukuran A4 atau F4. Padahal, cap kertas biasa berada di kertas tersebut dan (biasanya) berada di tengah-tengah. Kadang naskah hanya selebar buku tulis. Artinya, kertas yang berukuran selebar F4 dilipat menjadi dua.
Dengan demikian, cap kertas pun berada di antara halaman sekian dan sekian. Hal ini tentu memerlukan kejelian kita.
Nah, sekarang fungsi cap kertas. Naskah ibarat kaum Hawa. Setiap jengkal darinya adalah sebuah data. Bahkan, coretan sekalipun. Cap kertas berfungsi memberikan informasi kepada kita kapan kertas itu diproduksi. Setiap negara Eropa zaman dulu memang memiliki simbol tertentu untuk menggambarkan masa pembuatan kertas. Dari cap kertas ini kita dapat memperkirakan usia naskah itu. Karena kita berada di Nusantara dan mengimpor kertas dari Barat tentu tidak serta-merta sesuai antara masa pembuatan kertas dengan usia naskah.
Cara penghitungannya adalah dengan menambahkan tiga (3) tahun dari pembuatan kertas tersebut.
Membicarakan cap kertas dan usianya tentu tak akan lepas dengan gambar-gambar. Ingat bahwa meski gambarnya hampir serupa, tapi ini menunjukkan tahun berbeda. Cap kertas itu salah satunya adalah propartia. Jangan dikira propatria hanya ada satu jenis. Dia memiliki beberapa jenis yang hampir sama satu sama lain. Karena itu, tak hanya kejelian yang diperlukan, tapi juga kehati-hatian. Jenis propatria itu salah satunya adalah jenis propatria dengan gambar seseorang yang sedang duduk di dalam kebun berpagar memegang tombak di tangan kanan bersama seekor singa yang berdiri, memegang anak panah di tangan kiri, dan pedang di tangan kanannya.
Cap kertas ini bertulisan Propatria di atas singa. Bagian bawah gambar terdapat inisial JW, yang merupakan singkatan dari James Whatman. Cap kertas tersebut dibuat sekitar 1772. inisial E.H merupakan singkatan dari Mr. E. Heawood’s watermarks.
Nah, jika menemukan cap kertas jenis ini dalam naskah melayu, kita dapat menghitung umur naskah itu dengan menambahkan 3 tahun. Kalau ingin lebih lengkap mengenal jenis gambar watermarks, bukalah buku Churchill, W.A. 1965.Watermarks in Paper: In Holand, England, France Etc. In the XVII and XVIII Centuries and Theirs Interconnection. Amsterdam: Menno Hertzberger &C.o.
Namun, saya tak dapat menunjukkan salah satu gambar watermarks. Sebab, susahnya mencari dan katanya ini sedang dalam sebuah penelitian seorang “teman”.
*salam filologiers heheeheh*
kalau dunia desain, watermark sangat penting ndah, kadang kalau tidak diaksih, karya kita akan diklaim milik orang lain.. 😆
wah ternyata watermark memang penting ya? kalau undangan bisa diberi watermark tidak jal heheeheheh
kalau undangan bukan diberi watermark tapi di berikan ke tamu undangan..huehe
susah juga bahasa indonesia, kayaknya perlu nambah kosakata, seperti facebook = buku muka, water mark = cap air..hehe
weee jalu diberi itu tdk sama dengan DIBERIKAN……. iya banyak kata yang secara bahasa berbeda dgn makna secara istilah….
tugasmu ndah..menemukan kata baru 😆
lho kan ada 4 cara menyerap bahasa asing dalam bahasa indonesia jalu,,,,,,,adopsi, adaptasi, kreasi, dan penerjemahan.